Tuesday, July 19

Cerita mati (bulan dan lampu).

aku ingin mati sebanyak 7 kali,
bisakah ?

aku ingin membawa turun bulan tepat dibawah kakiku,
supaya aku bisa berpijak kuat barangkali
bisakah ?

aku ingin menikahi lampu malam yang berwarna-warni,
atau lampu papan billboard kosongan tanpa huruf,
(hurufnya berikan saja ke orang lain)
bisakah ?

aku ingin,

ah.. aku capek berkeinginan !

Tuesday, July 5

Nyanyian hujan.
Seorang kenalan barusan berkata betapa dia benci hujan beberapa hari ini. Pekerjaan-pekerjaan yang tertunda, belum lagi kemungkinan jatuh sakit. Untuk urusan teknis, saya juga tidak terlalu menyukai hujan. But personally, love it!

Bukan karena saya bisa meringkuk dalam selimut dan tidur pulas seharian. Bukan karena wangi daun ganja yang dibakar bakal bisa tercium lebih segar. Bukan karena lagu-lagu beraliran trip hop terdengar lebih bersahabat. Bukan juga karena disatu malam Rabu gerimis saya pernah mengikat janji dengan seseorang, beberapa tahun lalu…

Beberapa kali saya coba mengerti dengan duduk saja dan mendengarkan suara mereka. Hujan seperti punya bahasa sendiri. Mirip seperti suara-suara di kepala kalau rasa paranoid sedang menghantu-hantui, tapi sedikit lebih indah.

Ada yang merasa dengan menyerap sejuknya atmosfir hujan, mereka bisa dengan cepat larut dalam perasaan sedih dan dengan cepat pula menyingkirkan rasa sakit hati yang sedang dialami. Sedangkan buat saya ? Melupakan perihnya jempol kaki kiri yang dipermanis dengan bebatan saja sudah cukup.

Oleh-oleh luka dan sakit hati yang pernah dibawa seseorang dan dibaginya denganku juga kami obati dengan duduk berdua di sudut ruko yang sudah tutup kalau tengah malam lewat, sambil mendengarkan hujan. Asap mengepul, tapi tak satupun dari kami yang bersuara. Kenyataannya pada saat itu kami sedang mendengarkan suara-suara absurd yang sedang bersenandung. Tapi kami tidak sedang membawa walkman.

Dia : "Suara Tom Yhorke terdengar serak kali ini"
Saya : "Saya sudah selesai dengan Portishead. Sekarang waktunya Coldplay"
Dia : "Konser yang berbeda, tapi kita tetap saling berbicara"
Saya : "Yang terpenting itu kan ?"

Langkah kaki perlahan, suara tawa yang berbisik

Dia : "Ada apa dengan mereka ?"
Saya : "Mungkin bagi mereka, ada apa dengan kita"
Dia : "Hujannya memang sudah berhenti. Terus kenapa ?! Tetap saja mereka tidak punya hak memandangi
kita"
Saya : "Biarkan sajalah. Konser kita juga sudah selesai tapi kita masih bisa jadi penonton"
Dia : "Maksudnya ?"
Saya : tersenyum kecil "Mereka memandangi kita karena kita adalah 2 orang paling keren yang mereka lihat
saat ini. Lagipula, saat kita mulai memandang balik ke mereka, siapa yang akan ketakutan dan siapa yang
akan tertawa ?"
Dia : "Tapi saya tidak merasa nyaman"
Saya : "Siapa yang menyebut-nyebut tentang rasa nyaman ? Sudahlah, mari bersenang-senang dan nikmati saja
tontonan baru kita, shall we ? :)"

Lalu kami berdua mulai diam lagi, asap tetap mengepul, tapi kali ini suara-suara tadi menjadi lebih jelas. Jenis suara yang kami berdua benci. Beberapa orang mulai lalu lalang, dan kami kurang suka ini. Tapi apa yang paling saya pribadi suka adalah, menikmati apa saja yang ada di depan saya. Ketika nyanyi-nyanyian tadi mendadak berhenti, saya bisa dengan cepat menyesuaikan diri dan tetap menjadi penonton. Tidak ada objek yang lebih baik daripada manusia, kan ? :)