Sunday, November 13

Not attention, just Respect.

Kemarin malam ada 2 orang datang padaku dan bilang mereka baru saja memimpikanku. Yang pertama datang secara langsung padaku, seorang kenalan perempuan. Mengenai detail mimpi, aku nggak begitu memperhatikan. Yang kedua, datang secara tidak langsung, mama. Pagi-pagi buta papa menelfon hanya untuk bertanya keberadaanku dan dengan cepat telfonnya langsung diberikan ke mama. Mama nggak bisa tidur, katanya kepikiran aku. Aku tahu dia baru saja bermimpi tentang sesuatu. Pastinya berhubungan denganku. "Telfon pagi buta" hanya terjadi jika salah satu dari mereka memimpikanku. Tidak begitu sering memang. Masih bisa dihitung dengan jari. But when it happens, it makes me shiver.
Hanya mimpi-mimpi tertentu dengan situasi tertentu yang kadang bisa bikin aku percaya dengan makna mimpi. Mungkin besok aku mati.
Dan hari ini aku memang mati. Seharian moodku membuatku tidak berbincang-bincang dengan orang sekitarku. Aku sangat tidak bersemangat untuk apa-apa hari ini. Bahkan urat-urat diseluruh wajahku sedari pagi tadi rasanya terus-terusan mendorong-dorong kulit wajahku kebawah, kearah sekitar bibir. Alah! Memang tangis bisa bawa apa sih ?
Bisa bawa kelegaan, kata suara di kepalaku. Tahan dulu, meski dada rasanya seperti hanger yang sedang digantungi pakaian dengan berat 100 kilo.
Kesal kesal dan kesal..
Aku tadinya bukan orang yang suka berbagi. Aku menghabiskan malamku sendirian dengan berpiknik dalam mimpi. Lalu datanglah seorang teman yang sudah kuanggap teman baik menawarkan aku untuk berbagi. Kenapa tidak ? Toh kalaupun aku akhirnya harus berbagi, kenapa tidak dengan seorang teman baik ?
Ada semacam perjanjian tidak tertulis diantara kami. Tapi seperti lukisan pastel yang sengaja ditumpahi air, semuanya menjadi abstrak. Yang tersisa hanya sketsa awal yang samar-samar juga mulai tidak kelihatan garisnya.
I'm a straigt-to the point-kinda person. Tapi begitu mengenai teman baik, aku jadi kehilangan kemampuan berbicaraku. Apalagi ada sangkut pautnya dengan asmara. Hah, bercerita begini saja sepertinya sudah membuat berat pakain yang tadi 100 kilo sekarang menjadi 110 kilo.
Aku tidak ingin terlihat childish dengan mempermasalahkan hal yang sepele pada awalnya. Tapi aku semakin tidak tahan, apalagi dengan orang-orang sekitar yang sering memuji kesabaranku. Disinilah aku mulai sadar, masalahnya bukan di aku. Everybody can see it.
Pernah, kira-kira 2 minggu yang lalu aku mengutarakan isi hatiku. Pelan-pelan dengan kalimat yang baik dan nada yang tidak terlihat seperti orang yang keberatan. Itupun sudah kubumbui dengan kebohongan dengan harapan si teman baik ini akan menahanku. Yang kuharapkan tidak terjadi sama sekali. Aku kecewa berat.
Dan sekarang, 2 minggu kemudian, inisiatif yang aku tunggu tidak kunjung datang. Tidak ada yang datang padaku bertanya apa aku keberatan atau tidak dengan semua yang sudah terjadi. Bahkan, apa-apa saja yang terjadi sekarang ini tidak butuh persetujuanku. Kasarnya, aku dianggap tidak ada.
Teman baik susah ngedapetinnya. Daripada kehilangan, mending aku yang ngalah saja. Biar saja waktu bertik-tok terus. Aku mau tinggal dibelakang dan mengamati saja.
Teman, aku harap kamu tahu ada goresan kecil di hatiku karena kamu. Terima kasih.

2 Comments:

Anonymous Anonymous said...

kok rasanya gw kenal ma yg punya blog ini ya..ato gw aja yg sok kenal?
-iblistampanberhatimalaikat-

13 November, 2005  
Anonymous Anonymous said...

yep! its me :D

26 November, 2005  

Post a Comment

<< Home